Sang Proklamator dan Himpunan


Hasil gambar untuk hmi dan bungkarno


 Pada tanggal 17 Agustus 2019 Indonesia sudah merdeka selama 74 Tahun. yang mana pada 74 tahun silam Bung Karno dan jajarannya melaksanakan proklamasi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudah tahukah anda kisah HMI dan Bung Karno yuk simak artikel berikut dibawah ini. 

Sebagai organisasi mahasiswa Islam yang telah malang melintang puluhan tahun di atas panggung politik nasional, bukan sekali-dua HMI memainkan peranan penting di dalam sejarah. Pada pergolakan politik 1965 misalnya, Presiden Sukarno secara khusus berdialog dengan HMI untuk memecahkan persoalan yang terjadi saat itu.

Dalam amanatnya kepada para kader HMI di Istana Bogor, 18 Desember 1965, Presiden Sukarno menguraikan situasi gawat pascaperistiwa Gerakan 30 September 1965. Termasuk soal korban-korban pembantaian anggota dan simpatisan PKI di banyak tempat di Indonesia.

“Saudara-saudara, negara ini terancam retak terutama sesudah Gestok (Gerakan Satu Oktober). Sebab, manakala negara ini pecah, Islam di Indonesia juga akan ikut menderita kerugian,” kata Sukarno dalam Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara yang disunting oleh Bonnie Triyana dan Budi Setiyono.

Khusus mengenai Islam, Sukarno mengakui terkadang sedih melihat orang Islam yang tidak mengerti ajaran Islam. Misalnya, di Jawa Timur, banyak anggota PKI, anggota Pemuda Rakyat, atau hanya simpati saja kepada PKI, dibunuh. Jenazahnya di-kleler-kan tergelatak di pohon, pinggir sungai, bahkan dicemplungkan ke sungai. Tidak ada yang berani mengurusnya karena diancam akan dibunuh. Padahal, hukum mengurus jenazah adalah fardu kifayah.

“Yang mau ngerumat (mengurus) anak-anaknya si korban pun diancam. Padahal ngerumat anak yatim itu pun adalah perintah agama Islam. Agama Islam itu malahan boleh dikatakan agama untuk, ini sekadar sebutan, anak yatim. Sebab, dalam ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis nabi disebut peliharalah yatim,” kata Sukarno.

Oleh karena itu, Sukarno meminta, alangkah baiknya dari kalangan mahasiswa HMI yang mengetahui hukum-hukum Islam cobalah turba (turun ke bawah) ke Jawa Timur dan Jawa Tengah, memberikan penerangan kepada umat Islam di sana agar jenazah tidak di-kleler-kan.

“Sebab, saudara-saudara, dit kan niet zo door gaan (ini tidak bisa terus-terusan dengan cara begini). Kalau terus-terusan bukan saja Islam mendapat noda, umat Islam, juga negara kita terancam pecah…, we are going to hell,” kata Sukarno.

Sukarno mengingatkan dengan menyitir sejarawan Edward Gibbon (1737-1794) dan Arnold Toynbee (1889-1975): a great civilization never, never goes down unless it destroys itself from whitin, “satu peradaban yang besar tidak akan hancur kecuali jika merusak dirinya sendiri, memecah diri sendiri, aku berkata, merobek-robek dadanya dari dalam.”

“Buat mahasiswa Islam dan seluruh mahasiswa oleh karena mahasiswa lebih banyak membaca buku daripada orang-orang lain, pegang ucapan Gibbon dan Arnold Toynbee itu,” kata Sukarno.      

Menurut Sukarno kejayaan dan kejatuhan masyarakat Islam karena “bukan saja karena bab ijtihad ditutup, salah satu sebab yang amat dalam sekali, tetapi juga karena umat Islam gontok-gontokan satu sama lain.”

Di bagian akhir amanatnya, Sukarno meminta kepada kader HMI: jangan gontok-gontokan dan pergilah turba untuk mengurus jenazah-jenazah karena itu fardu kifayah dalam agama Islam.

          “Kerjakanlah dengan sebaik-baiknya agar dunia ini betul-betul menjadi baik, karena engkau menyumbang kepada kebaikan itu. Masa depan Indonesia tergantung padamu, pemuda dan pemudi Indonesia,” kata Sukarno menutup amanatnya. (https://historia.id/politik/articles/nasihat-bung-karno-untuk-hmi-DwR4x

Hasil gambar untuk Bung karno dan hmi
       Perjalanan HMI yang penuh dengan pasang surut bersama pasang surutnya perjalanan bangsa Indonesia membuatnya terasa unik. Terkadang peristiwa-peristiwa kontroversial terus menjadi kenangan yang bermanfaat bagi perjalanan menuju masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik.

  1965. Nasakom di mana-mana. Walaupun sebenarnya PKI tidak diberi kekuasaan secara riil oleh Sukarno (di dalam kabinet hanya ada 2 Menteri dari PKI, itupun hanya Menteri Negara, tidak memegang Departemen), namun mereka kuat dalam aksi-aksi massa. Di daerah-daerah, tidak jarang mereka bentrok dengan kaum Nahdliyyin menyangkut perbedaan interpretasi tentang tanah-tanah pesantren. Ini kemudian menjadi bara dalam sekam yang meledak setelah G30S.

        Sedangkan di level nasional, Ketua PKI Dipa Nusantara Aidit (nama aslinya Ahmad Aidit) menyerukan agar pemerintah membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam. Bahkan di depan CGMI tanggal 29 Agustus 1965 dia menyerukan kalau CGMI tidak mampu membubarkan HMI lebih baik mereka pakai sarung saja. Padahal, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Dr. Leimena yang bicara sebelumnya mengatakan pemerintah tidak akan membubarkan HMI. Tepat seminggu sebelumnya Sukarno sendiri yang mengatakan HMI tidak akan dibubarkan.

     Siapa sangka, hanya sehari sesudahnya terjadi G30S. Massa PKI yang gagap karena komandonya keblinger balik menjadi bulan-bulanan. HMI mengambil posisi anti-komunis bersama organisasi kemahasiswaan lain seperti PMII, GMNI, PMKRI, dan GMKI ikut dalam Angkatan 1966. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Karakter Melalui “Prinsip Good Governance” demi Mencapai “Sila dan Tri Hita Karana”

Negara Indonesia , negeri Pancasila ini telah lama berdiri. Semenjak dibacakannya teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa ini t...

Pages