Hello Maleo

E:\EKSTERNAL KAMPUS\HMI KEHUTANAN\HMI (MPO) KEHUTANAN\SHOREA kom salim\ISI SHOREA\New folder\Maleo-Senkawor-1024x726.jpg
Maleo atau yang memiliki nama latin Macrocephalon maleo adalah salah satu jenis burung endemik Sulawesi. Burung maleo tinggal di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi. Burung maleo memiliki bobot tubuh yang cukup besar dibandingkan dengan jenis burung yang lain oleh karena itu burung maleo lebih sering terlihat seperti ayam karena lebih sering berjalan dibandingkan terbang. Berdasarkan IUCN (International Union of Conservation for Nature and Nature Reserve) dalam red data book, burung maleo termasuk ke dalam satwa golongan Appendix I (terancam punah). Padahal burung maleo merupakan satwa yang telah dilindungi berdasarkan Undang-undang binatang liar tahun 1931 kemudian pada tahun 1970 dipertegas kembali statusnya sebagai satwa yang dilindungi.


Laju kepunahan burung maleo yang semakin meningkat terjadi karena banyaknya ancaman perburuan terhadap telur burung maleo. Telur burung maleo berukuran kurang lebih panjang 2.87 cm dan lebar 2.22 cm dengan kandungan kuning telur yang mendominasi (sebanyak 67.8%) dan memiliki kandungan nutrisi yang sangat tinggi bahkan 6 kali lebih bergizi dari telur ayam kampung. Hal ini menjadikan telur burung maleo sangat dicari oleh pemburu. Burung maleo memiliki keistimewaan yang terdapat pada benjolan yang ada di atas kepalanya. Benjolan tersebut digunakan untuk mendeteksi panas yang digunakan untuk mencari tempat untuk menetaskan telurnya. 


Burung maleo memiliki dua tipe lokasi untuk bertelur, yaitu di tepi pantai dan di dalam hutan. Pada lokasi bertelur di tepi pantai, maleo menggali lubung dan mengguankan pasir untuk aktivitas bertelur. Sedangkan di dalam hutan, maleo mencari kawasan yang vegetasinya tidak terlalu rapat. Sumber panas untuk menetaskan telur di dalam tanah diperoleh dari radiasi sinar matahari. Namun saaat ini, mayoritas burung maleo melakukan aktivitas bertelur di tepi pantai. Hal ini dikarenakan aktivitas manusia seperti pembabatan hutan serta konversi lahan mengakibatkan daya dukung ekosistem menurun sehingga burung maleo kesulitan untuk mencari tempat yang aman untuk bertelur di dalam hutan. Sikap dan perilaku masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap lokasi bertelur bagi burung maleo. Padahal lokasi untuk bertelur yang aman merupakan tempat untuk menunjang keberlangsungan hidup burung maleo agar tidak mengalami kepunahan. Mari jaga hutan dan lindungi satwa liar dari kepunahan. [Rizki Hasna Puri Mutia]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Karakter Melalui “Prinsip Good Governance” demi Mencapai “Sila dan Tri Hita Karana”

Negara Indonesia , negeri Pancasila ini telah lama berdiri. Semenjak dibacakannya teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa ini t...

Pages