Makna Kalimat La Illaha illallah dan Konsekuensi Pengucapannya


Kalimat tahlil sudah tidak asing ditelinga kita sebagai umat muslim. Kalimat yang berlafalkan La Illaha illallah memiliki makna yang sangat dalam dan mendasar,  dari kalimat inilah konsekuensi-konsekuensi dalam islam mulai dimunculkan. Kebiasaan umat-umat terdahulu yang telah dikaruniai kecerdasan  tersesatkan karena terlalu mendewakan ilmu yang diperoleh tanpa mengimbanginya dengan aqidah sehingga ketika ilmu diturunkan maka terjadi prinsip dogma segala yang dikatan oleh guru adalah benar. Makna dari kalimat tahlil secara umum yaitu menjadikan Allah SWT satu-satunya dzat yang pantas disembah, dan tidak ada sesembahan lain selain Ia.

Bangsa Arab di zaman jahiliyah telah memahami dan tahu betul makna kalimat La Illaha illallah akan tetapi di zaman tersebut tetap saja mereka tidak mengikuti hal yang telah diperintahkan oleh Allah SWT mengenai menginggalkan sesembahan selain Allah. Masyarakat Arab ketika itu masih meyakini bahwa melalui media seperti patung, berhala, dan benda-benda sakral mampu menjadi media yang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan dan sebagai perantara mempercepat terkabulnya doa-doa mereka. Disisi lain kalimat tahlil yang nantinya diperjelas melalui kalimat syahadat dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada sesembahan lain yang pantas disembah kecuali Allah SWT, karena sebagian bangsa arab menyadari konsekuensi jika meyakini kalimat tersebut maka sama saja menghancurkan budaya yang telah mereka bangun.

Syarat-syarat pengucapan kalimat La Illaha illallah diawali dari mengetahui makna dari kalimat tahlil secara sadar dan mengetahui apa yang telah ditetapkan dari kalimat tersebut. Tanpa mengetahui makna kalimat tahlil maka hanyalah ucapan yang sia-sia. Lalu seseorang harus yakin akan kalimat tahlil yang telah diikrarkannya. Apabila seseorang meragukan apa yang diucapkannya maka kalimat tahlil akan sia-sia baginya, walaupun ia telah bersaksi dan berikrar dengan kalimat tersebut tetap tidak diperhitungkan sebagai orang yang beriman atau bertauhid bahkan dapat digolongkan dalam kaum munafik.

Ketika seseorang sudah melafalkan kalimat syahadat maka ia harus menerima segala konsekuensi yang ada didalamnya baik secara lisan maupun nurani tanpa ada penolakan sedikitpun. Kemudian pasrah dan tunduk terhadap apa yang terkandung dalam kalimat yang telah dilafalkannya pasrah dan tunduk disinni diartikan bahwa seseorang menyatakan kebenaran pada kalimat tersebut dan mengikutinya dengan tindakan. Lalu jujur kepada Allah, yang diartikan jujur dalam keimanan dan aqidahnya, bila seseorang mengucapkan kalimat tahlil dengan lisannya namun hatinya mengingkari maka hal ini tidak dapat menyelamatkannya bahkan digolongkan ke dalam orang-orang munafik.

Hal ini sesuai dari Abu Hurairah bersabda Rasulullah: “ Manusia yang paling berbahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan La Ilaha Illa Allah dengan ikhlas dan bersih dari lubuk hatinya”(HR.Bukhari). Ikhlas yaitu pensucian perbuatan manusia dengan niat yang baik dari segala noda syirik dengan cara mengikhlaskan semua perkataan dan perbuatannya hanya untuk Allah dan mengharap ridhaNya tanpa ada noda riya, sum’ah, mengambil keuntungan, nafsu zahir dan batin.


Lalu syarat yang terakhir yaitu kecintaan yang maksudnya mencintai kalimat tahlil beserta isi kandungannya, juga mencintai orang-orang yang mengamalkan dan konsekuen terhadap segala tuntutan kalimat tersebut. Orang yang mengucapkan kalimat tauhid dengan kesungguhan hati akan menumbuhkan rassa cinta yang mendalam kepada Allah SWT. [Ahmad Fathul Alim]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendidikan Karakter Melalui “Prinsip Good Governance” demi Mencapai “Sila dan Tri Hita Karana”

Negara Indonesia , negeri Pancasila ini telah lama berdiri. Semenjak dibacakannya teks Proklamasi pada 17 Agustus 1945, bangsa ini t...

Pages